TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember menggelar Forum Review Film Dokumenter KH Achmad Siddiq pada Kamis, 4 Desember 2025, sebagai upaya merawat ingatan kolektif sekaligus membuka ruang dialog lintas generasi.
Acara yang berlangsung di Meeting Room lantai 4 Hotel Royal Jember pukul 15.00–18.00 WIB itu mempertemukan akademisi, ulama, dan pimpinan kampus UIN KHAS Jember.
Tiga narasumber yang memiliki kedekatan genealogis maupun akademik dengan KH Achmad Siddiq turut hadir.
Yakni KH. Muhammad Balya Firjaun Barlaman, putra KH Achmad Siddiq; KH. Ayub Saifur Rijal, keponakan; Akhmad Taufiq, akademisi Universitas Jember
Pimpinan UIN KHAS Jember juga tampak mengikuti jalannya forum, antara lain Rektor Hepni, Wakil Rektor I M. Khusna Amal, Wakil Rektor III Khoirul Faizin, serta Kepala Biro AUPK Nawawi.
Film yang direview mengangkat perjalanan hidup KH Achmad Siddiq, ulama besar Nahdlatul Ulama asal Jember yang dikenal sebagai perumus moderasi beragama.
Dokumenter tersebut menyoroti fase-fase penting hidupnya. Mulai masa kecil di lingkungan pesantren, proses pendewasaan intelektual, hingga kiprahnya dalam keputusan monumental NU menerima Pancasila sebagai asas organisasi pada 1984.
Film juga menegaskan pesan kunci sang ulama. Yakni agama adalah pedoman etis dan spiritual yang membimbing akal, bukan alat legitimasi politik.
Pada masa penuh ketegangan antara umat Islam dan negara di era Orde Baru, KH Achmad Siddiq tampil sebagai penjernih suasana, menegaskan bahwa Pancasila adalah konsensus kebangsaan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Dalam sambutan pembuka, Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Hepni menyebut KH Achmad Siddiq sebagai tokoh yang pemikirannya menembus batas zaman.
“Beliau memadukan spiritualitas dengan rasionalitas, iman dengan ilmu, serta menghadirkan etika sosial dalam wacana keagamaan,” ujarnya.
Hepni menyebutkan, nilai-nilai tersebut tetap menjadi pondasi penting dalam pendidikan Islam modern, terutama terkait moderasi dan integrasi keilmuan.
Wakil Rektor I M. Khusna Amal menambahkan bahwa produksi film ini merupakan tanggung jawab moral kampus untuk menjaga warisan nama besar KH Achmad Siddiq.
Media film kata dia, dipilih sebagai sarana efektif menghubungkan generasi yang hidup sezaman dengan sang ulama dan generasi muda yang tumbuh pada era digital.
Ia menegaskan film masih terbuka untuk penyempurnaan sebelum dipublikasikan secara luas ke pesantren, madrasah, dan masyarakat.
Para reviewer memberikan sejumlah masukan penting. KH. Muhammad Balya Firjaun Barlaman menekankan perlunya penonjolan dimensi kepemimpinan personal sang ulama, kemampuan memimpin diri sendiri sebelum memimpin umat.
Sementara KH. Ayub Saifur Rijal menggarisbawahi relevansi sikap menjaga jarak dari politik praktis dan karakter KH Achmad Siddiq yang tegas dalam prinsip, tetapi luwes dalam pendekatan.
Adapun Akhmad Taufiq menyoroti aspek sinematografi dan konteks sejarah. Ia mendorong penguatan visual suasana sosial-politik 1980-an serta memasukkan perspektif non-Muslim untuk menegaskan posisi KH Achmad Siddiq sebagai tokoh nasional.
Forum tersebut menegaskan, dokumenter KH Achmad Siddiq bukan sekadar catatan biografis, tetapi medium refleksi hubungan agama, negara, dan kemanusiaan.
Film ini diharapkan menjadi warisan intelektual yang terus menginspirasi generasi muda, aik di Jember, Indonesia, maupun dunia Islam yang lebih luas.(*)
| Pewarta | : Moh Bahri |
| Editor | : Imadudin Muhammad |