TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Konflik sosial berdimensi keagamaan khususnya di internal agama, kerap kali terjadi lantaran hal-hal kecil yang jarang disadari.
Oleh karena itu, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bondowoso mengajak sejumlah Ormas Islam untuk berdialog melalui FGD (Focus Grup Discussion) dengan tema Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi KeKeagamaan di Ijen View, Jumat (11/7/2025).
Puluhan tokoh dari berbagai organisasi keagamaan dan instansi pemerintah menghadiri FGD tersebut. Sekaligus membacakan dan menandatangani komitmen bersama dalam rangka mencegah dini konflik berdimensi keagamaan.
Pertemuan tersebut dihadiri Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Muhammadiyah, Aisyiyah, Muslimat NU, Fatayat NU, serta GP Ansor NU. Hadir pula Al Khairiyah dan Al Irsyad.
Dari unsur pemerintahan Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Bondowoso mengirimkan beberapa pejabatnya, termasuk Kepala KUA dari beberapa kecamatan serta para penghulu. Selain itu, sejumlah penyuluh agama Islam juga turut hadir untuk mendukung kegiatan tersebut. Tak hanya tokoh agama dan pejabat pemerintah, media juga turut dilibatkan.
Kegiatan ini menjadi momen penting dalam memperkuat kerja sama lintas organisasi, sekaligus mempererat silaturahmi dan menjaga keharmonisan kehidupan beragama di Kabupaten Bondowoso.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bondowoso, M Ali Masyhur mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus memperkuat kerukunan umat beragama, sebagai upaya menciptakan suasana damai dan harmonis di wilayah Bumi Ki Ronggo.
Dia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada semua pihak yang hadir dan terlibat dalam upaya menjaga keharmonisan di Bondowoso.
“Hari ini kita hadir bukan sekadar berdiskusi, tetapi juga membawa semangat kebijaksanaan demi Bondowoso yang damai dan bermanfaat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kerukunan umat beragama adalah hasil dari ikhtiar bersama. Bondowoso yang terdiri dari 23 kecamatan dan 219 desa/kelurahan, menurutnya, menyimpan keindahan sekaligus potensi konflik yang harus diantisipasi.
“Di balik keragaman yang ada, terdapat potensi konflik berdimensi keagamaan, baik di kehidupan nyata maupun di media sosial,” katanya.
Ali menyoroti bahwa sebagian besar konflik sosial, sekitar 95 persen, berawal dari persoalan kecil yang kerap tidak terdeteksi sejak awal. Oleh karena itu, langkah pencegahan menjadi sangat penting. “Kalau konflik sampai meledak, biaya penanganannya bisa 10 kali lebih mahal,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa konflik yang sempat terjadi di Bondowoso, termasuk yang muncul di media sosial akibat perbedaan tafsir keagamaan, sejauh ini masih bisa ditangani dengan baik berkat kerja sama antar elemen masyarakat.
Pria yang juga Ketua MWCNU Maesan itu mengajak semua pihak untuk terus menjaga reputasi kerukunan umat beragama di Kabupaten Bondowoso. “Mari kita jaga bersama-sama, karena kerukunan ini adalah aset yang sangat berharga,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kemenag Bondowoso Ajak Ormas Islam Dialog Cegah Dini Konflik Keagamaan
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |