TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Kabupaten Bondowoso, mendata ada 22 aduan kekerasan terhadap anak sepanjang Januari-Juni 2025.
Dari 22 kasus tersebut 7 merupakan kasus penelantaran dan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tanggal), 9 pencabulan dan kekerasan seksual, tindak pidana perdagangan orang satu kasus, dan 5 kenakalan remaja.
Jumlah tersebut berpotensi bertambah, karena belum digabungkan dengan data dari Unit PPA Polres Bondowoso.
Kabid P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Dinsos P3AKB Bondowoso, Hafidhatullaily mengatakan, dari 22 kasus yang terdata, satu diantaranya tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Ia mengungkapkan, awalnya korban inisial H menjadi model salah satu hiburan di Jember. Tetapi sama ‘bos’ yang di Jember dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di Situbondo.
“Oleh orang yang menampungnya (di Jember, red). Dijual ke tempat lokalisasi di Situbondo,” jelasnya saat dikonfirmasi, Rabu (13/8/2025).
Korban ternyata juga penyandang disabilitas. Ia mau dipekerjakan di tempat seperti itu karena urusan ekonomi. Korban juga atas kemauan sendiri bekerja di tempat maksiat itu, karena iming-iming hadiah dan uang tunai.
Mengetahui hal itu, kemudian ibu korban melapor kepada Dinsos P3AKB Bondowoso. Setelah itu tim konselor mendatangi tempat lokalisasi dimana tempat perempuan tersebut bekerja.
“Setelah melalui berbagai proses. Dia berhasil kami selamatkan dan kembali bertemu dengan orang tuanya,” katanya.
Korban memilih mau bekerja di tempat ‘kotor’ itu karena merasa kebutuhannya tak dapat tercukupi, serta merasa mucikari yang membawa gadis itu dapat memenuhi semua keinginannya.
Sebelumnya, dia merupakan anak putus sekolah, akibat keterbatasan ekonomi. “Mami (mucikari, red) yang membawanya dari Jember ke Situbondo,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan, dari 22 kasus yang dilaporkan, rerata adalah kekerasan seksual pada anak. Pelakunya kebanyakan orang terdekat, mulai dari keluarga, tetangga hingga teman sebaya.
Adapun terkait banyaknya laporan yang masuk ke Dinsos P3AKB. Dia menjelaskan, hal itu menjadi pekerjaan rumah. Tetapi di lain sisi, menandakan bahwa masyarakat mulai sadar untuk melaporkan kekerasan anak kepada pihak berwenang.
“Semakin banyaknya laporan, masyarakat sudah paham bahwa itu (kekerasan pada anak, red) tidak boleh di normalisasi,” paparnya.
Dinsos P3AKB Bondowoso terus menggencarkan sosialisasi pencegahan, baik melalui sekolah atau organisasi masyarakat dan keagamaan. “Kita melibatkan organisasi perempuan seperti Fatayat, Aisyiyah dan sejumlah organisasi lainnya,” pungkasnya.(*)
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Imadudin Muhammad |