TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan menegaskan pentingnya pengendalian gula rafinasi agar keberlangsungan petani tebu di tanah air tetap terjaga.
Ia mengaku telah menyampaikan sejumlah masukan kepada berbagai pihak terkait, mulai dari Komisi Pertanian DPR RI, BUMN, PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), Danantara, hingga pihak lainnya.
“Sudah kami sampaikan semua hal tersebut ke rekan-rekan Komisi Pertanian DPR RI, BUMN, SGN, Danantara, dan lain-lain. Semoga pertanian, khususnya pergulaan, ke depan lebih baik segala halnya,” ujarnya, Jumat (8/8/2025).
Nasim mengingatkan, jika pengendalian gula rafinasi tidak dimaksimalkan, ada risiko petani yang beberapa tahun terakhir mulai kembali menanam tebu menjadi enggan atau kapok untuk melanjutkan usaha tersebut.
Di Indonesia kata dia, impor gula rafinasi dikelola oleh sejumlah perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Gula Kristal Rafinasi Indonesia (AGRI). Perusahaan-perusahaan ini mendapatkan izin impor gula mentah atau raw sugar dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, untuk kemudian diolah menjadi gula rafinasi yang digunakan industri makanan dan minuman.
Menurutnya, sebanyak 11 perusahaan tercatat memiliki izin impor raw sugar dan mendistribusikan gula rafinasi di Indonesia, antara lain PT Angels Products, PT Jawamanis Rafinasi, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Sugar Labinta, PT Duta Sugar International, PT Makassar Tene, PT Berkah Manis Makmur, PT Andalan Furnindo, dan PT Medan Sugar Industry.
Idealnya kata dia, proses impor gula rafinasi diatur ketat oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
“Perusahaan yang ingin mengimpor harus mendapatkan rekomendasi Kemenperin, melampirkan rencana dan realisasi produksi, serta membuat pernyataan untuk tidak memasukkan gula mentah atau rafinasi ke pasar konsumsi langsung,” paparnya.
Politisi PKB ini mencatat, meski Indonesia memiliki potensi produksi tebu domestik, kebutuhan gula rafinasi untuk industri masih bergantung pada impor. Pada 2022, alokasi impor raw sugar untuk industri rafinasi mencapai 3,4 juta ton, naik sedikit dibanding tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, kebutuhan gula nasional mencapai 4,5–5 juta ton per tahun, terdiri dari sekitar 2,5–3 juta ton gula konsumsi dan 1,5–2 juta ton gula rafinasi. Produksi dalam negeri baru mampu memenuhi 2,5–3 juta ton, sehingga kekurangan dipenuhi melalui impor gula konsumsi dan raw sugar.
“Kebijakan yang tepat dalam pengendalian gula rafinasi, akan sangat menentukan masa depan industri gula nasional dan nasib para petani tebu,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Anggota DPR RI Desak Perbaikan Tata Kelola Gula Rafinasi
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |