TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Komisi IV DPRD Kabupaten Bondowoso menyoroti sebagian besar Tanah Kas Desa (TKD) yang tidak tersertifikasi. Kondisi ini membuka peluang korupsi dalam pengelolaan aset desa.
Anggota Komisi IV DPRD Bondowoso, A Mansur, menyampaikan, tanpa sertifikasi resmi, status hukum tanah-tanah desa menjadi abu-abu.
Menurutnya, kondisi seperti ini membuka ruang lebar bagi penyalahgunaan wewenang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Kalau tanah desa tidak bersertifikat, siapa pun bisa mengklaim, bisa disalahgunakan, bahkan hasil pengelolaannya dikorupsi. Ini sangat berbahaya,” kata dia saat dikonfirmasi, Senin (23/6/2025).
Progres penertiban TKD ini kata dia, menjadi tanggung jawab Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bondowoso.
Namun data TKD di beberapa desa tidak jelas. Seperti luas lahan, jenis tanah, hingga bukti kepemilikannya. Hal ini membuat publik sulit mengawasi transparansi pengelolaan.
“Kami ingin OPD terkait melakukan pendataan menyeluruh. Semua bidang TKD harus dicatat. Berapa luasnya, jenisnya, siapa yang mengelola, dan ke mana hasilnya. Jangan sampai dikelola secara personal oleh kepala desa,” tegasnya.
Politisi PKB ini juga menegaskan, hasil pengelolaan TKD semestinya menjadi bagian dari Pendapatan Asli Desa (PADes) yang disetorkan langsung ke rekening desa, bukan dikelola secara tertutup.
Dia juga memaparkan, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk menyertifikatkan TKD atas nama pemerintah desa. Sayangnya, hingga kini, banyak desa belum memanfaatkan kesempatan itu secara maksimal.
“Saya curiga ada motif tertentu di balik lambannya proses sertifikasi ini. Kalau tak ada yang ditutup-tutupi, kenapa bisa mandek bertahun-tahun?” tanyanya.
Komisi IV mendorong Pemkab Bondowoso segera menyusun peta jalan (roadmap) percepatan sertifikasi TKD, lengkap dengan target tahunan yang jelas. Mansur berharap progres sertifikasi yang saat ini baru sekitar 50 persen bisa ditingkatkan hingga mencapai 100 persen.
Tak hanya itu, ia juga mendesak Inspektorat Bondowoso untuk lebih proaktif dalam mengawal proses pendataan dan sertifikasi ini agar tidak terjadi penyimpangan selama pelaksanaannya.
“Inspektorat jangan pasif. Jangan tunggu masalah mencuat, baru sibuk menyelidiki. Harus aktif dari sekarang,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |