TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Warga Desa Binakal Kecamatan Binakal, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, mengeluhkan biaya Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), membengkak hingga Rp 400 ribu.
Padahal berdasarkan ketentuan SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri, biaya PTSL untuk Jawa-Bali adalah Rp150 ribu.
Salah seorang warga Desa Binakal, inisial A mengatakan, di awal pengurusan PTSL awalnya diminta membayar Rp 100 ribu. Menurutnya, dana itu untuk biaya pengukuran.
Beberapa saat setelahnya, para warga atau pemohon diminta lagi dana sebesar Rp 250 ribu. Sehingga total yang dibayarkan Rp 350 ribu.
“Kalau di aturan kan 150 ribu rupiah mas. Kalaupun nambah tidak mungkin sebanyak itu. Masak tambahannya saja sampai 200 ribu, lebih dari 100 persen,” katanya kesal.
Tidak cukup sampai di situ lanjut dia, pihak desa melalui kepala dusun (Kasun), meminta tambahan Rp 50 ribu saat akan penyerahan sertifikat.
“Itu beberapa hari lalu yang minta tambahan. Namun katanya tidak jadi ada tambahan 50 ribu setelah sempat dikeluhkan,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Kamis (20/11/2024).
Dikonfirmasi terpisah, Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bondowoso, Slamet Soeraji menjelaskan, sebenarnya biaya sertifikat mulai pengumpulan data fisik, pengukuran, pengumuman data yuridis hingga penerbitan sertifikat sudah dibiayai oleh APBN, melalui Kantor BPN.
Namun demikian kata dia, bukan berarti pemohon PTSL ini gratis sepenuhnya. Sebab kata dia, pemohon harus menyiapkan pemasangan patok atau batas dan materai.
“Apabila ada waris, atau hibah, atau apa, dia harus membuat dokumennya sendiri. Biayanya juga mereka tanggung sendiri, termasuk biaya operasional mungkin ada panitia di sana, dan sebagainya, sehingga muncul biaya,” paparnya.
Menurutnya, berdasarkan Kesepakatan Tiga Menteri, biaya untuk PTSL Jawa-Bali yang dibolehkan Rp 150 ribu. Namun jumlah itu bukan berarti bisa mencover semua biaya, misalnya kekurangan untuk operasional.
Selanjutnya kata dia, jika ada tambahan akan dibicarakan oleh panitia atau kelompok masyarakat, dan ditentukan nilai tambahan biayanya, kemudian disepakati bersama.
Ditanya maksimal biaya tambahan. Dirinya mengaku tidak bisa menjawab hal tersebut. Sebab di setiap daerah bisa berbeda-beda. “Saya tidak bisa menjawab itu,” imbuhnya.
Sementara untuk nilai biaya tambahan disepakati melalui musyawarah Pokmas di masing-masing desa. “Dimusyawarahkan oleh panitia di desa itu,” pungkasnya. (*)
| Pewarta | : Moh Bahri |
| Editor | : Imadudin Muhammad |