TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Jas Merah (Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah) adalah kalimat sederhana namun faktanya menjadi wasiat penuh dengan makna yang sangat mendalam. Sebuah wasiat dari founding fathers Bangsa Indonesia Bung Karno pada saat perayaan HUT RI ke-21, 17 Agustus 1966.
Wasiat yang sangat penting bagi semua anak bangsa untuk senantiasa belajar dan memaknai sejarah bangsa. Karena sejatinya, dengan belajar sejarah maka akan terbentuk pribadi yang arif dan bijaksana. Menanggalkan nilai-nilai tercela dan menggali nilai-nilai karakter baik dari semua peristiwa atau kejadian masa lalu. Konon, hanya keledai yang bisa jatuh pada lubang yang sama.
Sejarah telah menuliskan bagaimana Bung Karno dan Bung Hatta bekerjasama dengan Jepang dengan satu tujuan Indonesia merdeka. Begitu juga golongan muda Bung Karni, Wikana, Chaerul Shaleh Dan Sayuti Melik yang menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengas Dengklok tujuannya hanya satu yakni Indonesia (segera) merdeka, dengan memanfaatkan momentum hancurnya Nagasaki dan Hiroshima.
Begitu pula sejarah Piagam Jakarta dengan penghapusan 9 kata dan kembali pada rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari peristiwa tersebut kita belajar, walaupun para tokoh bangsa berbeda pemikirannya, tetapi mereka tetap memiliki visi yang sama, yaitu menghantarkan Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan Indonesia.
Latar belakang sejarah di atas tentunya kita dapat menyimpulkan betapa pentingnya kepemimpinan pancasila sebagai landasan berfikir dan beraksi sebuah kepemimpinan. Para pediri bangsa telah meneladankan bagaimana model kepemimpinan pancasila telah melahirkan karya-karya besar yang fenomenal, saatnya bagi kita untuk melanjutkan.
Terlebih dan sangat penting tentunya adalah pentingnya membangun sekolah dengan kepemimpinan pancasila. Konteks kepemimpinan Pancasila sangat penting karena Indonesia sedang dalam proses menuju 100 tahun kemerdekaan dan upaya mulia meraih kemenangan Indonesia Emas 2045.
Kepala sekolah tentunya mempunyai peran yang sangat strategis, sebuah peran yang harus ditunjukkan dengan tindakan dan perilaku untuk senantiasa mengimplementasikan kepemimpinan melaui tindakan, pemantauan dan pengawasan yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
Kepala sekolah pancasilais tidak akan pernah menutup mata atas terjadinya kesenjangan sosial-ekonomi, tidak ada empati dan apalagi simpati terhadap warganya yang membutuhkan perhatian. Di mana banyak sekali anak usia sekolah tidak sekolah dan anak putus sekolah karena persoalan biaya.
Maka, kepala sekolah pancasilais harus cerdas dan solutif! tetap membuka ruang-ruang kelas tersebut, terlebih untuk anak-anak bangsa yang terlahir kalah (miskin) harus bisa sekolah.
Terkait hal itu, Bapak pendidikan nasional Indonesia Ki Hajar Dewantara pernah mengungkapkan bahwa Pancasila merupakan jiwa bangsa Indonesia. Kepemimpinan yang berdasarkan pancasila harus menjadi cerminan dan identitas nasional, terlebih bagi kepala taman pendidikan dalam upayanya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti amanat UUD 1945.
Pancasila lebih dari sekadar deretan sila-sila yang dibaca dan dihafal di luar kepala. Lebih dari itu, di dalamnya tersimpan mutira-mutiara berharga tentang ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Kepemimpinanm Pancasila merupakan fundamen yang menjadi tumpuan berfikir semua personil dalam lembaga pendidikan yang akan mempengaruhi situasi kerja dan kualitas hasil kerja.
Ki Hajar Dewantara juga mewasiatkan khusus prinsip-prinsip utama kepemimpinan pancasila di sekolah yakni; Ing Ngarso Sung Tulodho (pemimpin adalah panutan dan keteladanan), Ing Madya Mangun Karso (pemimpin adalah pemberi semangat), dan Tut Wuri Handayani (pemimpin adalah pendorong rasa percaya diri dan tanggung jawab yang dipimpinnya). Dalam penerapannya, kepala sekolah harus memiliki landasan etika dan akhlak moral yang sangat kuat.
Penerapan kepemimpinan kepala sekolah yang pancasilais perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan, mengingat akan berdampak positif penerapannya terhadap angka partisipasi sekolah, suasana sekolah yang merdeka dan menyenangkan, peningkatan proses dan hasil belajar peserta didik, serta bagi terlaksananya nilai nilai pembangunan karakter bangsa yang sesuai dengan nilai- nilai pancasila.
Pada fase ini, kepala sekolah harus sadar diri bahwasannya salah satu elemen terpenting dari kepemimpinan pancasila adalah gotong royong. Semangat gotong royong sejatinya derajatnya lebih tinnggi dibandingkan kerjasama atau kolaborasi, karena gotong royong berlandaskan pada keikhlasan dan dampaknya menimbulkan solidaritas di antara warga sekolah yang terlibat.
Akhirnya, menuju satu abad kemerdekaan Indonesia dan demi terwujudnya generasi emas yang cerdas dan berkarakter untuk menjemput mimpi Indonesia Emas 2045, para kepala sekolah harus terus menerus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kepemimpinnya.
Setidaknya, berkomitmen-lah menjadi pemimpin yang bertakwa lahir dan batin, toleran, berpihak pada yang lemah, dan selalu komitmen bermanfaat bagi banyak orang. Kemudian, bersikap demokratis atau mengutamakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan.
Selanjutnya, selalu berupaya memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional di tengah gempuran arus globalisasi, dan adil dalam setiap tindakan dan kebijakannya. Setidaknya, begitulah karakteristik yang harus dimiliki oleh pemimpin yang berjiwa dan berkepribadian Pancasila.
***
*) Oleh : Dr. Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEd., Kepala SMKN 1 Klabang, Kabupaten Bondowoso.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
_____
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |