https://bondowoso.times.co.id/
Ekonomi

Kisah Perajin Batik di Bondowoso yang Lahir dari Pandemi Covid-19

Rabu, 12 November 2025 - 12:26
Kisah Perajin Batik di Bondowoso yang Lahir dari Pandemi Covid-19 Batik kontemporer karya Wonokasih House of Batik, usaha yang lahir karena Pandemi COVID-19 (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)

TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Masa pandemi Covid-19 tidak hanya menyisakan duka atas keluarga korban meninggal dia. Tetapi bagi sebagian orang, justru menjadi titik balik bagi. Salah satunya M. Hariyanto (38), guru olahraga di SMP Negeri 1 Sukosari, Kabupaten Bondowoso. Ketika aktivitas belajar mengajar beralih ke sistem daring, ia bersama sang istri justru menemukan jalan baru yakni membatik.

Warga Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari itu kini dikenal sebagai pemilik Wonokasih House of Batik, usaha batik tulis dan batik kontemporer yang dirintisnya sejak awal pandemi.

“Awalnya cuma mengisi waktu luang, sambil cari tambahan penghasilan karena masih honorer,” kenang Hariyanto.

Pengalamannya mengenal batik bermula ketika masih mengajar di SMP Negeri 5 Bondowoso. Kala itu ia sering mengikuti praktik membatik bersama siswa. Dari situlah ia memberanikan diri membuat karya batik tulis sendiri, lalu mengunggah hasilnya ke media sosial. Tak disangka, banyak yang antusias memesan.

“Dari situ terus berlanjut. Akhirnya saya diajak teman di Diskoperindag untuk bergabung ke paguyuban batik Bondowoso,” ujarnya, Rabu (12/11/2025). 

Melalui paguyuban itu, Hariyanto semakin mengasah kemampuannya. Ia rutin mengikuti pelatihan dan berbagi pengalaman dengan perajin batik lainnya. Dukungan dari Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) juga turut memperkuat usahanya, mulai dari bantuan alat hingga pengurusan izin usaha.

“Dulu setelah setahun jalan, saya diminta ngurus izin biar lebih resmi,” katanya.

Kini, Wonokasih House of Batik dikenal dengan produk batik kontemporer. Yakni batik dengan desain bebas dan warna beragam. Jenis ini paling diminati karena tampilannya modern, harga terjangkau, dan tidak monoton.

“Banyak yang pilih batik kontemporer, harganya menengah tapi desainnya unik,” ujar pria kelahiran 19 Januari 1987 itu.

Harga batik buatannya bervariasi. Batik cap mulai Rp 135 ribu, batik kontemporer Rp180–225 ribu, sementara batik tulis bisa mencapai Rp 450 ribu tergantung tingkat kerumitan.

Pesanan datang dari berbagai kalangan, mulai dari guru, tenaga kesehatan, hingga masyarakat umum. Bahkan, karyanya sudah menembus pasar luar daerah seperti Madura dan Kalimantan.

“Pernah dalam satu pesanan sampai 90 potong. Produksi tergantung permintaan,” tuturnya.

Meski usahanya kian berkembang, Hariyanto belum tertarik menjual produknya lewat marketplace. Ia masih mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Alasannya sederhana, ia masih fokus mengajar dan melatih tiga pekerja yang ikut membatik bersamanya.

“Takut kalau pesanan membludak. Saya tetap guru, istri juga kerja,” ujarnya sambil tersenyum.

Hariyanto berharap, pemerintah daerah bisa kembali menghidupkan aturan penggunaan batik khas Bondowoso di hari tertentu, seperti yang pernah berlaku dulu.

“Dulu setiap Kamis wajib pakai batik Bondowoso, tapi sekarang sudah tidak jalan lagi,” harapnya.

Nama “Wonokasih” yang dipilihnya juga punya makna khusus. Wono artinya hutan, kasih artinya cinta. “Saya ingin usaha ini bisa jadi hutan kasih, yang memberi manfaat untuk banyak orang,” ujarnya. (*)

Pewarta : Moh Bahri
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bondowoso just now

Welcome to TIMES Bondowoso

TIMES Bondowoso is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.