TIMES BONDOWOSO, BONDOWOSO – Kasus dugaan oknum PNS Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) menjual data pribadi warga lanjut usia di Kabupaten Bondowoso, menjadi perbincangan warga dan aktivis mahasiswa.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bondowoso mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap sistem administrasi kependudukan yang diperjualbelikan untuk kredit fiktif.
PNS berinisial AK tersebut diduga menyuplai data pribadi lansia kepada oknum tertentu, yang kemudian digunakan untuk mengajukan kredit dengan identitas palsu.
Ironisnya, data tersebut bahkan mencakup identitas orang yang telah meninggal dunia. Data warga yang dijual ini disebut-sebut dihargai antara Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per individu.
Ketua PC PMII Bondowoso, Muhammad Holik menyebut, kasus ini sebagai bentuk nyata kegagalan negara dalam menjamin keamanan data penduduk yang dikelola lembaga resmi.
“Ini bukan sekadar kasus korupsi, ini adalah bentuk kejahatan birokrasi yang merampas hak warga paling rentan. Bayangkan, nama-nama orang tua dan bahkan yang sudah wafat digunakan untuk meraup untung hingga miliaran,” kata Holik, Sabtu (19/7/2025).
Ia menekankan pentingnya investigasi digital melalui audit forensik untuk menelusuri kemungkinan kebocoran atau penyalahgunaan akses sistem.
PMII juga menuntut agar semua celah dalam sistem yang memungkinkan penyimpangan semacam ini bisa segera ditutup.
Sementara itu, Kepala Dispendukcapil Bondowoso, Agung Tri Handono membantah bahwa kebocoran terjadi dari sistem digital yang dikelola institusinya.
Menurutnya, sistem internal yang ada telah dilengkapi dengan protokol keamanan yang ketat.
"Untuk data digital yang ada di sistem kami dijamin aman dan tidak bocor," tegas Agung.
Ia menjelaskan, setiap operator memiliki akun dan kata sandi tersendiri untuk mengakses sistem. Setiap transaksi atau perubahan data akan tercatat secara otomatis, sehingga identitas pengguna dan waktu akses bisa dengan mudah dilacak.
"Tidak boleh diberitahukan atau dipinjamkan ke siapapun. Kita bisa kenali jejak digitalnya dengan sangat jelas," ujarnya.
Namun demikian, Agung tidak menampik bahwa potensi penyalahgunaan bisa terjadi di luar sistem, seperti pada dokumen fisik berupa fotokopi KTP atau KK yang kerap beredar bebas di masyarakat.
“Justru kadang yang menjadi masalah adalah pengamanan data KK dan KTP warga dalam bentuk fisik maupun fotocopy yang ada di masyarakat. Terutama di masyarakat yang tidak paham bahwa data di KTP dan KK itu bisa digunakan pihak-pihak lain untuk kepentingan tertentu,” tambahnya.
Terkait status hukum bawahannya, Agung menyebut bahwa AK telah dialihtugaskan ke posisi staf admin sejak kasus ini mulai ditangani oleh aparat penegak hukum.
Namun hingga kini, pihaknya masih menunggu surat resmi penahanan untuk kemudian dilaporkan ke pejabat pembina kepegawaian.
"Akan kita buat laporan resmi ke Pak Bupati terkait tindak lanjut pasca penahanan yang bersangkutan. Terkait sanksi nanti pastinya ada tim yang akan memeriksa dari sisi kepegawaiannya," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |